Bahan
Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Terdapat berbagai macam fungsi tambahan yang digunakan untuk memengaruhi pangan,
diantaranya sebagai perisa dan penguat rasa.
Penggunaan BTP penguat rasa
diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 23 Tahun
2013. Penguat rasa
didefinisikan sebagai bahan tambahan pangan untuk
memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah
ada dalam bahan pangan tersebut tanpa memberikan rasa dan/atau
aroma tertentu. Jenis BTP Penguat Rasa yang diizinkan di Indonesia adalah Asam L-glutamat dan garamnya, Asam guanilat dan garamnya, Asam inosinat dan garamnya, serta garam-garam dari 5’-ribonukleotida. Diantara penguat rasa tersebut, senyawa
yang paling dikenal adalah Monosodium
L-glutamate atau MSG.
Penggunaan MSG dalam bahan pangan tidak memiliki batasan ADI yang spesifik
namun harus tetap sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik.
Penggunaan Perisa dalam
bahan pangan diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 22 Tahun 2016. Perisa didefinisikan sebagai bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan
atau tanpa ajudan perisa(flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour,
dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.Jenis perisa yang dapat digunakan dalam
pangan adalah perisa dengan ajudan
perisan dan perisa tanpa ajudan perisa.
Perisa dengan ajudan antara lain perisa asap dan perisa hasil proses panas,
sedangkan perisa tanpa ajudan adalah senyawa perisa dan bahan baku aromatik
alami. Senyawa perisa dapat berupa senyawa perisa alami, artifisial, maupun
senyawa perisa identik alami. Bahan yang dapat menjadi ajudan adalah BTP, bahan
pangan, dan pelarut pengekstraksi. Pencantuman
BTP perisa dalam label kemasan adalah untuk membedakan perisa alami dan
perisa sintetik, serta perisa identik alami dan perisa buatan. Perisa alami,
perisa sintetik, dan perisa identik alami dapat dibedakan berdasarkan sumber
dan proses pembuatannya. Batas maksimum
penggunaan senyawa perisa adalah CPPB. Perisa yang berfungsi sebagai pelarut pengekstraksi
menggunakan batas maksimum residu sesuai ketentuan pelarut
pengekstraksi. Perisa pelarut pengekstraksi dengan residu pelarut harus diinformasikan. Residu
pelarut pengekstraksi dalam produk pangan dapat dihitung berdasarkan penggunaan
perisa. Bahan baku aromatik
alami berasal dari tumbuhan atau hewan
yang lazim dan/atau mempunyai riwayat penggunaan di dalam pangan. Perparat perisa berasal dari tumbuhan atau hewan yang lazim
dan/atau mempunyai riwayat penggunaan di dalam pangan yang telah mengalami proses
fisik, mikrobiologi, atau enzimatis. Perisa bahan baku aromatik alami dan
preparat perisa dapat mengandung senyawa bioaktif dengan ketentuan dan/atau
batas maksimum. Penggunaan Perisa Asap
dalam pangan dibatasi oleh adanya senyawa penanda benzo[a]piren dengan batas maksimum
0.03 mcg/kg. Produk pangan yang menggunakan Perisa Asap telah
diatur dalam Peraturan Cemaran, dimana batas maksimum benzo[a]piren mengikuti ketentuan
Batas Maksimum Cemaran. Penggunaan Perisa hasil
proses panas dibatasi oleh adanya
senyawa penanda 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD). Batas
maksimum kandungan 3-monochloropropane-1,2-diol(3-MCPD) sesuai ketentuan
Batas Maksimum Cemaran. Perisa yang dilarang penggunannya adalah Dulkamara, Kokain, Nitrobenzen, Sinamil
antranalit, Dihidrosafrol, Biji Tonka, Minyak Kalamus, Minyak
Tansi, dan Minyak sasafras.
Komentar
Posting Komentar